Seluruh pihak berkepentingan terhadap kembalinya prestasi sepakbola Indonesia di kancah internasional. Bukan hanya AFC dan FIFA yang disampaikan lewat Joint Committee PSSI, KONI Pusat juga memiliki keinginan sama agar cabang sepakbola dapat mengimbangi performa prestasi cabang lain.
Dalam dialog yang diprakarsai KONI Pusat, JC PSSI menjelaskan bahwa seluruh pihak harus bisa berpikir rasional terkait pembentukan Timnas. Bukan hanya mencari pelatih dan pemain terbaik, pola manajemen tim juga harus diletakkan di titik terbaik.
“Dalam dialog dengan Pak Tono Suratman, beliau juga menanyakan soal keterlibatan Timnas di Piala AFF dan perkembangan terakhir di JC PSSI. Seiring dengan merosotnya prestasi Indonesia, AFC dan AFF berkeinginan agar Indonesia bisa kembali berprestasi. Jelas disepakati bahwa pelatih, pemain, dan manajemen harus benar-benar yang terbaik. Harmonisasi yang disepakati bukan hanya sebatas bagaimana supaya pemain mau dipanggil, tapi bagaimana mempersiapkan dan menentukan pemain dan pelatih yang benar-benar terbaik,” ujar Togar Manahan Nero, anggota JC PSSI kemarin.
Guna membantu mempersiapkan Timnas, KONI Pusat selaku induk dari seluruh induk cabang olahraga yang ada di Indonesia, termasuk PSSI, mengundang JC PSSI untuk bertemu. Tapi sayang, proses dialog ini tidak berjalan sempurna, pasalnya delegasi JC PSSI dari kubu Djohar Arifin Husin enggan datang.
“Dalam pertemuan kemarin di JC PSSI, ada pemikiran sama bahwa Timnas harus berprestasi. Dan juga sepakat bahwa hanya pelatih dan pemain terbaik yang bisa mengangkat prestasi sepakbola Indonesia. Terkait manajemen juga harus dikelola lebih baik. Draf manajemen seperti apa sudah kami serahkan ke Todung Mulya Lubis (Ketua JC PSSI), untuk dibahas dalam rapat JC PSSI. Kita tinggal menunggu waktu kapan Todung akan mengundang kita untuk membahas soal Timnas,” jelas Togar.
Bukan lagi berbicara suka tidak suka, dalam kriteria terkait siapa-siapa yang berhak menjadi fondasi Timnas Indonesia, bahwa kualitas dan jam terbang menjadi hal penting yang tidak bisa diabaikan. Bukti nyata juga bisa disimak publik sepakbola di Tanah Air.
“Timnas harus memiliki kekuatan menggerakkan masyarakat untuk memberikan dukungan untuk berprestasi. Alfred Riedl pada 2010 mampu menggerakkan, meski saat itu belum bisa menjadi juara. Jadi yang menjadi catatan, bahwa pelatih dan programnya harus disosialisasikan ke klub, agar ada kepercayaan dari klub untuk melepas pemainnya. Yang menentukan prestasi pelatih, bukan pengurus,” jelas Togar.
Tapi sayang, hingga saat ini kepengurusan Djohar Arifin Husin enggan masuk dalam formulasi penuntasan masalah Timnas yang dirumuskan bersama antara AFC dan JC PSSI. Seakan tutup mata dan tidak memahami poin penting hasil rapat JC PSSI di Malaysia pada 20 September lalu, aksi solo run terus dilakukan.
“Semua sepakat federasi hanya satu, Timnas hanya satu. Posisi Djohar Arifin sebagai apa? PSSI adalah persatuan sepakbola seluruh Indonesia yakni miliki klub sebagai anggota. Dia sudah dimosi tidak percaya 452 anggota PSSI, dan dalam KLB 2012 sudah dilengserkan 81 anggota dan diganti La Nyalla Mattalitti, jadi secara yuridis dia sebagai apa di PSSI?” tandas Togar.