Shear Blog - Pulau sampah di lautan akan disulap menjadi pulau daur ulang. Ide untuk memanfaatkan sampah plastik di lautan dan mengubahnya menjadi sebuah pulau mandiri dicetuskan Ramon Knoester, seorang arsitek Belanda. Knoester bersama firma arsitekturnya Whim Architecture, berencana untuk membangun pulau berukuran 10 ribu kilometer persegi yang dapat dihuni manusia dan bahkan dapat digunakan untuk bercocok tanam.
Knoester dan timnya memang belum dapat memastikan berapa banyak sampah plastik yang mereka butuhkan sebelum akhirnya dilebur menjadi dasar pulau yang mengapung. Menurut Koestner, perlu waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan seluruh sampah plastik di samudera Pasifik karena tak ada yang tahu pasti berapa banyak puing-puing plastik yang mengapung di sana.
Ide Koestner ini kemudian dikaitkan dengan pulau sampah Pasifik (Great Pacific Garbage Patch), sebuah jalinan sampah plastik dengan ukuran yang diperkirakan mencapai dua kali luas negara bagian Texas, Amerika Serikat (luas Texas adalah 696.241 kilometer persegi). Sumber sampah yang membentuk pulau yang berlokasi di Samudera Pasifik Utara ini 80 persen berasal dari daratan dan 20 persen dari kapal yang berlayar dan sebagian besarnya berupa plastik.
Oleh karena itu, ide pulau daur ulang ini disebut-sebut sebagai salah satu solusi kreatif untuk membersihkan dan memanfaatkan sampah plastik yang ada di laut. Salah satu sumber menyebutkan tiga tujuan pengembangan proyek ini yaitu, membersihkan lautan dari sampah plastik, membangun sebuah pulau, dan membentuk sebuah habitat mandiri yang terbarukan.
Knoester bersama timnya merancang pulau daur ulang ini layaknya Venesia, di Italia. Kanal-kanal akan digunakan sebagai penunjang mobilitas penduduknya. Rumput laut dan toilet kompos nantinya akan dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah yang ada di pulau tersebut sehingga dapat digunakan untuk bercocok tanam. Sedangkan sumber energinya mengandalkan sinar matahari dan gelombang laut untuk menghasilkan listrik. Dengan demikian, pulau daur ulang ini bisa mandiri dan tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. (Sumber: Discovery News)
Sumber : National Geographic Indonesia